LONDON, MIMPIKAH?
London tidak pernah lepas dari isi kepala seorang bocah laki-laki yang dulu berusia 12 tahun yang berharap semesta mengarahkan dan memberikan jalan menuju kesana dengan imajinasinya. Disana bernaung tokoh fiktif karangan Sir Arthur Conan Doyle yang menjadi sosok pahlawan baginya. Ada juga sebuah tim sepak bola idolanya yang bermarkas di kota itu. Saat bocah itu dewasa dan berkuliah, seorang dosen senior yang pernah bertugas beberapa tahun disana menceritakan pengalamannya yang luar biasa dengan sangat menarik semakin menambah ketertarikannya tentang London. Saat ini bocah itu meyakinkan dirinya sendiri disaat bocah-bocah lain terhanyut dalam cerita cinta dan ia memilih menulis cerita salah satu cita-citanya. Dan tidak lain dan tidak bukan bocah itu diri gua sendiri.
London sebuah
kata yang tak asing di telinga, ribuan kalimat yang diucapkan orang-orang tentang London telah gua dengar namun belum pernah sekalipun telinga ini mendengar langsung
suara kehidupan disana. Mata ini telah melihat kota itu dari apa yang orang
lain lihat melalui lensa dan pena yang mereka tuangkan dalam media namun belum
pernah sekalipun mata ini melihat langsung kemegahan kota itu. Tangan ini sudah
berkali-kali membulak-balikkan halaman-halaman pada buku-buku yang berisi
penjelasan kota yang pernah menjadi tempat tinggal William Shakespeare pada abad ke 16 namun belum
mampu meraba dan merangkul bangunan-bangunan disana. Kaki yang telah melakukan
jutaan langkah ini belum mampu menapakkan selangkahpun di permukaan jalan
ibukota Inggris dan Britania raya yang legendaris. Hidung yang tidak pernah
berhenti bernafas ini juga belum pernah sekalipun menghirup udara dan aroma
kota tersebut. Dan mulut ini hanya masih mampu mengatakan “Suatu hari nanti
saya akan berada disana”.
Ada
satu benda yang gua punya yang diberikan sebagai buah tangan dari seorang kerabat
ibu gua yang pernah liburan kesana dan itu adalah sebuah asbak bercorak bendera
Inggris yang bertuliskan kata London ditengahnya. Asbak ini gua jadiin pajangan
di meja belajar gua dengan kata London yang menghadap kearah gua kapanpun gua
berada di meja belajar. Mungkin nasihat klise dari para motivator untuk
tulislah hal-hal yang kamu inginkan dan letakkan di tempat yang mudah dibaca
sehingga otak akan terus menstimulus tubuh untuk mencapai tujuan tersebut. Sekali lagi
mungkin itu klise, tapi gua pernah mencoba saat kelas 3 SMA dan itu berhasil
saat gua ingin diterima di kampus yang gua inginkan. Dan apa salahnya saat ini
gua mencoba lagi nasihat klise itu dengan pastinya tidak lupa memaksimalkan potensi
diri gua yang bisa membawa gua kesana.
Mimpi,
ya itu yang gua punya saat ini. Bermimpi itu mudah tetapi menjaga dan merealisasikan mimpi dalam bentuk upaya itu yang sulit. Berawal dari mimpi yang menjadi motivasi untuk
terus berusaha dan saat waktunya tiba gua akan merasa gak percaya kalau gua telah
sampai disana. Karena seperti yang pernah diucapkan oleh Nelson Rolihlahla Mandela “It’s always seems impossible until it’s done”